Jagapost.co.id, Arab Saudi tengah mempertimbangkan pengurangan kuota haji Indonesia hingga 50 persen. Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, mengungkapkan bahwa keputusan ini terkait dengan kualitas penyelenggaraan ibadah haji Indonesia yang dinilai kurang memadai tahun ini.
Dahnil menjelaskan bahwa pihak Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menyampaikan hal ini melalui Deputi Kerja Sama Lembaga dan Luar Negeri. Menurutnya, pihak Saudi memberikan peringatan kepada Indonesia terkait masalah pengelolaan haji yang dianggap buruk pada tahun ini.
“Melalui komunikasi dengan Kepala BP Haji, mereka menyampaikan bahwa penyelenggaraan haji Indonesia tahun ini tidak sesuai dengan harapan,” ujar Dahnil dalam konferensi pers di kantor BP Haji, Jakarta Pusat, pada Rabu (11/6/2025).
Pemangkasan Kuota sebagai Peringatan untuk Perbaikan
Dahnil menilai pernyataan tersebut merupakan sebuah peringatan keras dari pemerintah Saudi. Wacana pemangkasan kuota jemaah haji Indonesia sebesar 50 persen muncul sebagai bentuk ‘warning’ agar Indonesia memperbaiki pengelolaan ibadah haji yang lebih baik di masa depan.
“Ini benar-benar mengejutkan kami. Wacana pemangkasan kuota ini muncul karena Arab Saudi melihat adanya kekacauan dalam pengelolaan haji tahun ini,” katanya.
Walaupun belum ada keputusan final, Dahnil menyebutkan bahwa rencana tersebut cukup serius dan sudah dibahas dalam level internal Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Pemangkasan kuota ini diusulkan untuk mencegah terulangnya masalah yang sama di tahun-tahun mendatang.
Transparansi Data Kesehatan Jemaah Jadi Sorotan
Salah satu alasan yang diduga menjadi pemicu wacana pemangkasan kuota jemaah haji Indonesia adalah masalah transparansi data kesehatan jemaah. Pihak Saudi marah karena Indonesia memberangkatkan jemaah haji dengan kondisi kesehatan yang buruk.
“Mereka mengeluhkan hal ini kepada kami, khususnya mengenai keberangkatan jemaah yang dalam kondisi sangat buruk,” kata Dahnil. “Mereka mempertanyakan mengapa Indonesia memberangkatkan jemaah yang sudah tidak layak secara fisik, dan hal ini menjadi masalah besar bagi kami di Arab Saudi,” lanjutnya.
Dahnil menekankan bahwa sebagian jemaah haji Indonesia yang diberangkatkan ternyata tidak memenuhi standar kesehatan atau istitha’ah (kemampuan fisik), yang seharusnya menjadi evaluasi serius untuk masa mendatang.
Masalah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina
Selain masalah kesehatan, sejumlah persoalan lainnya juga muncul di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), seperti transportasi, konsumsi, dan akomodasi jemaah. Semua hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Saudi dalam menyusun keputusan terkait kuota haji Indonesia.
Dahnil juga menegaskan bahwa tidak ada permintaan maaf yang datang dari pemerintah Arab Saudi atas kekacauan yang terjadi dalam penyelenggaraan haji tersebut. Ia mengklarifikasi bahwa berita yang beredar terkait pernyataan pemerintah Saudi yang meminta maaf tidak benar.
“Pemerintah Saudi tidak pernah menyampaikan permintaan maaf kepada Kementerian Agama Indonesia seperti yang diberitakan beberapa media,” jelas Dahnil.