JAGAPOST.CO.ID — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana untuk memperluas akses layanan kesehatan jiwa di seluruh Indonesia dengan menargetkan 50 persen puskesmas menyediakan layanan tersebut pada tahun 2025. Langkah ini diambil untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa secara bertahap, yang saat ini baru tersedia di sekitar 40 persen puskesmas, meski belum merata di berbagai wilayah.
Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes, Imran Pambudi, menyatakan bahwa harapannya setiap kawasan kota memiliki setidaknya lima puskesmas yang mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa. “Kami berharap agar setiap kawasan kota setidaknya memiliki lima puskesmas yang bisa memberikan layanan kesehatan jiwa,” ujarnya pada Jumat (13/12).
Imran menambahkan, setelah mencapai target 50 persen pada 2025, pihaknya akan menetapkan target lebih tinggi, yakni 70 persen pada 2026.
Namun, pencapaian tersebut dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kekurangan tenaga psikolog dan psikiater yang masih sangat terbatas, dengan 60-70 persen di antaranya terkonsentrasi di Jakarta. Bahkan, di beberapa provinsi, ada yang hanya memiliki satu psikolog.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga profesional, Kemenkes juga menggulirkan inisiatif Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis (P3LP), yang bertujuan untuk melatih sejuta orang agar dapat menjadi “first aider” dalam penanganan masalah kesehatan jiwa. “Konsep first aider ini terbuka untuk semua kalangan, selama mereka diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk menangani masalah kesehatan jiwa,” tambahnya.
Imran menjelaskan, P3LP berfungsi layaknya P3K yang membantu penanganan awal masalah medis, namun fokusnya adalah untuk menangani masalah kesehatan jiwa sehari-hari sebelum pasien mendapatkan penanganan profesional. Selain P3LP, salah satu upaya promotif lainnya adalah pola pengasuhan yang positif dari orang tua untuk mendukung kesehatan jiwa anak.
Tantangan lain dalam peningkatan layanan kesehatan jiwa adalah ketersediaan obat di puskesmas. Imran menyebutkan ada lima obat penting yang harus tersedia, salah satunya adalah haloperidol decanoate, obat yang digunakan untuk mengobati skizofrenia dalam bentuk yang bertindak lama (long acting). Untuk memastikan ketersediaan obat-obatan ini, Kemenkes telah mengirimkan surat kepada kepala dinas kesehatan daerah agar mengalokasikan anggaran untuk pengadaan obat-obatan tersebut.